02 September 2010

Perbedaan Mani, Madzi Dan Wadi

Ini tidak bermaksud porno lho. Buat tambah wawasan aja. Kan kalau laki-laki ngeluarin cairan namanya sperma, trus kalau wanita apa dong namanya. Kalau di agama Islam sih ada namanya tapi kalau di dunia medis, tetep belum ketemu udah nyari-nyari. Mbah google ditanya belum kasih pencerahan.
Apa sih beda antara air mani ( sperma ), madzi dan wadi.Gak usah panjang lebar simak aja yuk.

Perbedaan antara mani, madzi dan wadi sebagai berikut :
MANI : cairan putih keluar dengan tersendat-sendat disertai syahwat serta menyebabkan loyo setelah keluarnya.

Hukumnya suci dan wajib mandi.

Ciri-ciri mani ada 3, yaitu :
 keluar disertai syahwat (kenikmatan).
 keluar dengan tersendat-sendat.
 jika basah baunya mirip adonan kue dan jika kering mirip putih telur.
Jika didapatkan salah satu dari tiga ciri di atas, maka disebut mani. Hal ini berlaku pada laki-laki dan perempuan.

MADZI : cairan putih lembut dan licin keluar pada permulaan bergejolaknya syahwat. Istilah madzi untuk laki-laki, namun jika keluar dari perempuan dinamakan QUDZA.

Hukumnya najis dan membatalkan wudhu tapi tidak wajib mandi.

WADI : cairan putih keruh dan kental, keluar setelah melaksanakan kencing atau ketika mengangkat beban berat.

Hukumnya seperti madzi yaitu najis dan membatalkan wudhu’ tapi tidak wajib mandi.

KESIMPULAN :
- Jika cairan keluar mengandung salah satu ciri-ciri mani, maka dihukumi mani. Namun jika tidak ada dan keluarnya pada mulai gejolaknya syahwat atau sesudah syahwat, maka dihukumi madzi.
- Jika ragu yang keluar mani atau madzi ?, maka boleh memilih antara menjadikannya mani sehingga wajib mandi, atau menjadikannya madzi sehingga hukumnya najis, tidak wajib mandi namun batal wudhu’nya. Paling afdholnya menggabung keduanya yaitu mandi janabah dan menyucikan tempat yang terkena cairan tersebut.
- Wanita juga mengeluarkan mani dengan ciri-ciri sebagaimana di atas. Namun menurut imam Al-Ghozali, mani wanita hanya bercirikan keluar disertai syahwat (kenikmatan).

Tambahan :
1. Haram melakukan jima’ (hubungan badan) dengan kemaluan najis, seperti setelah keluarnya madzi. Namun, jika membasuhnya bisa berakibat menurunnya syahwat atau bahkan hilang, maka dimaafkan (tidak wajib untuk dibasuh.
2. Adab dalam melakukan hubungan suami-istri, diantaranya :
– dalam keadaan suci dari hadats (walaupun nantinya batal dengan bersentuhan kulit dengan istri).
– membaca do’a dan berniat yang baik, seperti : ingin memperbanyak umat Muhammad, menginginkan anak yang sholeh/sholihah, dll.
– dilakukan dengan bertutupan selimut (bukan dengan keadaan terbuka).
– melakukan muqoddimah hubungan badan (seperti sentuhan, ciuman dll) untuk menjaga keharmonisan diantara keduanya.
– bersegera bersuci (mandi janabah) setelah selesai, artinya tidak tidur dalam keadaan junub.

Hukum cairan yang keluar dari kemaluan perempuan terbagi menjadi tiga :
1. Keluar dari daerah yang wajib dibasuh ketika istinja’ yaitu daerah yang nampak ketika jongkok.       Hukumnya suci tanpa ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’. 
2. Keluar dari daerah bagian dalam kemaluan hingga tidak dijangkau kemaluan suami. Hukumnya najis tanpa ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’.
3. Keluar dari daerah bagian dalam kemaluan yaitu daerah yang tidak wajib dibasuh ketika istinja’ namun masih terjangkau kemaluan suami. Hukumnya suci menurut pendapat yang kuat.
Hukum cairan keputihan biasanya termasuk golongan 2 atau 3, sehingga hukumnya najis.


Sumber : Forsan Salaf.Com

Artikel Terkait :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan koment disini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger